SUKU BADUY & AIR : ROMANTISME KEARIFAN LOKAL SEPANJANG MASA

Fenomena krisis air yang melanda kehidupan manusia diseluruh dunia tidak bisa dipungkiri lagi. Seiring berjalannya waktu, attensi para pemerhati masalah air mulai terkonsenstrasi untuk memecahkan masalah tersebut, sebab manusia dibelahan dunia manapun pasti setuju bahwa air merupakan unsur paling penting bagi kehidupan. tidak hanya untuk konsumsi, tetapi juga untuk keperluan rumah tangga, industri, pertanian, transportasi dan lain-lain. Fakta yang cukup mengejutkan telah memberikan gambaran yang sangat signifikan bahwa dalam 10 tahun terakhir, lebih dari 208 negara di dunia telah mengalami fenomena krisis air, dan diperkirakan 56 negara lagi juga akan menyusul mengalami krisis serupa pada tahun 2025. Laporan World Commission On Water menyebutkan bahwa dalam 20 tahun ini, air yang dibutuhkan untuk konsumsi dunia, baik air minum maupun air untuk mengairi tanaman, sudah tak cukup lagi. Hanya 2,5 persen saja air di dunia ini yang tidak mengandung garam dan dua pertiga dari jumlah itu terkubur dalam gunung es dan glasier. Di Indonesia sendiri yang menyimpan 6% dari persediaan air dunia, tidak luput dari fenomena ini, sebab data statistik menggambarkan bahwa persediaan air – baik kualitas maupun kuantitas- menurun seiring meningkatnya pertambahan penduduk, industrialisasi dan tata kelola air yang kurang baik dan bijaksana akhirnya menyebabkan air terdegradasi dan berkurangnnya stock

Baduy & nilai-nilai


Dibalik semua itu, tepatnya di pedalaman Gunung Kendeng. Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak, Banten. Terdapat suku tradisional yang eksistensinya tidak pernah lekang oleh waktu dalam menjaga nilai-nilai adat dan lingkungan disekitar mereka, yaitu Suku Baduy. Suku yang terkenal dengan leuit, pakaian adat yang khas, dan kepercayaan sunda wiwitan mereka. Sejak ratusan tahun lalu, meski tanpa mempelajari konsep pembangunan berkelanjutan. Suku Baduy yang amat arif dalam mengelola sumber daya alam telah mengimplementasikan kepercayaan mereka kedalam sebuah realitas sistem pengelolaan sumber daya alam yang amat efektif dan efisien. Tidak hanya dalam pengelolaan hutan yang sangat cerdas, tetapi hampir semua aspek yang terkait dengan sumber daya alam dan pendistribusiannya juga sangat luar biasa, sehingga masyarakat baduy tidak pernah kekurangan pangan, stok kayu, maupun kebutuhan dari hasil sumber daya lain. Mereka sadar bahwa alam adalah titipan dari yang maha kuasa, mereka belajar tenteng alam, hidup berdampingan bersama alam dan hidup tanpa merusak alam selama ratusan tahun lamanya.

Kearifan lokal ini juga tercermin dalam pengelolaan sungai yang merupakan sumber air bersih bagi konsumsi rumah tangga maupun pertanian suku Baduy. Aliran sungai yang melintasi perkampungan tanah adat suku Baduy amat jernih, tidak ada sampah sama sekali. Padahal masyarakat suku baduy menggunakan sungai dalam kebutuhan sehari-hari untuk keperluan mencuci, minum, mandi dan lain-lain. Namun yang paling menarik dari pengelolaan sumber daya air ini adalah adanya kelembagaan sosial yang memberikan pedoman berperilaku bagi masyarakat lokal maupun pendatang untuk mematuhi nilai-nilai adat. Masyarakat baduy yang tidak memiliki kamar mandi maupun WC dirumah panggungnya, memiliki aturan untuk tidak membuang sampah, menggunakan sabun, deterjen dan bahan-bahan kimia lain yang dapat mengotori sungai. ini merupakan alasan paling logis untuk menjawab mengapa sungai di tanah baduy masih tetap asri dan alami hingga saat ini. Selain itu pembagian area-area dalam pemanfaatan sungai juga merupakan sebuah konsep dalam memperhatikan daya pulih air. Sebab, meski sungai di Baduy panjang dan luas, setiap kampung telah memiliki area-area khusus dalam pemanfaatan sungai . Area sungai untuk mandi, mencuci, buang air dan konsumsi memiliki areanya masing-masing sehingga masyarakat memperoleh air yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan..
Masyarakat Baduy sadar bahwa sungai merupakan pemberian tuhan yang paling berharga sebab sungai merupakan sumber air yang sampai saat ini menjaga kelangsungan hidup mereka. Perjalanan panjang suku baduy yang hidup berdampingan dengan alam selama ratusan tahun telah menjadi bukti konkret tercapainya suatu keberhasilan pembangunan berkelanjutan dalam arti sebenarnya, sehingga fenomena krisis air mungkin tidak berlaku bagi suku yang menghargai alam ini. realitas ini adalah sebuah pencapaian yang sangat luar biasa tentang pembelajaran umat manusia dalam tata kelola sumber daya air yang efektif dan efisien.
Lantas, apakah kita yang menobatkan diri kita sebagai manusia modern telah mampu belajar untuk menjaga alam dan menghargai pemberian tuhan sebagai sesuatu yang harus dijaga kelestariannya untuk mengatasi segala krisis yang melanda umat manusia?,

0 komentar:

Posting Komentar

    Merah Putih Clothing & Design

Pamplet Bulan April

Pamplet Bulan April

Kampus

Institut Pertanian Bogor